Rabu, 02 September 2009
Jenderal Pol Da’i Bachtiar Memikul Pencitraan Kepolisian
Di bawah pimpinan Jenderal Pol Da’i Bachtiar sebagai Kapolri, prestasi Kepolisian Negara Republik Indonesia boleh dikatakan sudah cukup membanggakan setelah mampu mengungkapkan kasus ledakan bom di Bali, 12 Oktober 2002, dan di Hotel JW Marriott, Jakarta, 5 Agustus 2003 lalu. Pria kelahiran Indramayu, 25 April 1951, ini mengakhiri tugas dengan baik, digantikan Jenderal Polisi Sutanto, 8 Juli 2005.
Saat bertugas sebagai Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Jenderal (Pol) Da’i Bachtiar masih mengemban tugas berat untuk lebih meningkatkan citra kepolisian.
Alumni Akademi Kepolisian (Akpol) 1972, ini dinilai sangat menguasai lapangan tugasnya. Ia tiga kali menjabat Kapolres yakni Kapolres Blora (1987), Kapolres Boyolali (1989) dan Kapolres Klaten (1990). Kemudian menjadi Sesdit Serse Polda Jatim (1992) dan Kapoltabes Ujungpandang (1993).
Sukses di Makassar, dan setelah ia mengikuti Sesko ABRI (1996), ia dipercayakan menjabat Kadispen Polri (1998). Sejak itu, karirnya terus menanjak. Tak sampai satu tahun menjabat Kadispen Polri ia diangkat menjabat Dankorserse Mabes Polri (1998-2000). Lalu tahun 2000 ia pun diangkat menjabat Kapolda Jawa Timur. Setahun kemudian dipercayakan menjabat Gubernur Akpol (2001) dan Kalakhar BKNN (2001). Hingga akhirnya mencapai puncak sebagai Kapolri.
Sebelum menjabat sebagai Kapolri, Da’i yang dipilih oleh Presiden Megawati sebagai calon tunggal ini harus melewati ujian dari kalangan DPR. Pada waktu itu, di kalangan DPR tumbuh berbagai macam pendapat. Salah satunya adalah Da’i dianggap turut bertanggung jawab dalam kasus bentrokan berdarah di Bondowoso Jawa Timur, November 2000, yang menelan sejumlah korban tewas. Ketika itu Da'i menjabat Kapolda JawaTimur.
Bahkan Fraksi Kebangkitan Bangsa dan beberapa aktivis yang menamakan diri Pro Demokrasi, menolak Da'i Bachtiar karena mereka anggap pernah melakukan kebohongan public di era Soeharto dan prestasinya dianggap tidak terlalu menonjol baik ketika menjabat Kapolda Jatim dan juga Kepala Badan Koordinasi Penanggulangan Narkoba Nasional.
Tapi, Da’i menepis semua tudingan dan keraguan itu dengan kinerjanya setelah menjabat Kapolri. Secara jujur harus diakui bahwa ia menunjukkan prestasi yang mampu mengangkat harkat dan citra Kepolisian Republik Indonesia di mata dunia. Keberhasilannya mengungkap kasus ledakan bom di Bali memperlihatkan bahwa ia seorang Kapolri yang patut diacungi jempol.
Tentu, masih banyak yang harus dilakukannya, terutama dalam situasi dan kondisi bangsa yang sangat gamang pada era reformasi ini. Kini ia juga dituntut harus sigap menangani segudang masalah ancaman ketertiban dan keamanan serta kejahatan narkotika yang belakangan ini semakin meningkat. Dalam melakukan tugasnya sekarang ini, alumni Pendidikan CID (investigasi) di Jerman (1982) ini mengatakan bahwa selain masalah teroris, kepolisian juga harus mengatasi kejahatan narkotika dan pencurian dengan kekerasan menggunakan senjata api dan tajam.
Untuk menangkal semakin merajalelanya sindikat narkotika internasional beroperasi di Indonesia, Polri membentuk Badan Narkotika Nasional (BNN). BNN mempunyai tugas pokok memberantas peredaran dan penggunaan narkotika di seluruh Indonesia. Semua Direktorat Narkotika yang ada di lingkup Polda seluruh Indonesia kini berada di bawah naungan BNN bukan pada Badan Reserse Kriminal Mabes Polri seperti yang berlaku selama ini. Dengan demikian, BNN yang selama ini tidak bekerja secara operasional kini berubah 100 persen. BNN yang diketuainya itu bekerja full untuk memberantas peredaran narkotika di Indonesia, bukan sekadar memantau seperti yang selama ini berlangsung.
Menyangkut kejahatan kekerasan dengan menggunakan senjata api, Da’i mengatakan bahwa kepolisian akan mengantisipasi secara ketat penggunaan senjata api oleh masyarakat sipil. Senjata-senjata api itu diperoleh secara ilegal dari daerah konflik seperti Ambon, Poso, ataupun Aceh. Selain dari daerah konflik, senjata api yang ada di masyarakat sipil juga ditengarai dari penyelundupan. Oleh karena itu, tahun 2003 ini kegiatan patroli kawasan pantai oleh petugas Polri akan ditingkatkan. Selain itu, jajaran Polri juga akan meningkatkan razia terhadap masyarakat, khususnya di daerah konflik.
Polri juga akan memperketat pemberian izin kepada masyarakat yang akan menggunakan senjata api. Prioritas penanganan yang lain adalah soal senjata api yang sering diperjualbelikan oleh oknum-oknum militer dan senjata api hasil rakitan oknum masyarakat.
Belum lama ini, sekitar bulan September 2003 yang lalu, Da’i menghadiri Konferensi Para Kepala Kepolisian di Kawasan Asia Tenggara atau ASEAN Chiefs of National Police (Aseanapol) Ke-23 di Manila, Filipina sebagai ketua delegasi Indonesia. Dalam pertemuan tahunan yang sudah diikuti Da’i sejak tahun 1998 itu banyak membahas masalah terorisme. Da’i berharap, dari pertemuan para kepala kepolisian di Asia Tenggara ini dapat dihasilkan kerja sama yang lebih erat untuk memerangi terorisme.
Rencananya pada Oktober 2003 ini ia akan menerima penghargaan Australian Order dari Pemerintah Australia atas kerja sama yang terjalin selama ini antara Polri dan Australian Federal Police (AFP). Sebelumnya, Da’i sudah menerima penghargaan dari Pemerintah Malaysia dan menerima gelar kehormatan Tan Sri, juga berkat kerja sama antar kepolisian dalam memerangi terorisme.
*** TokohIndonesia DotCom (Ensiklopedi Tokoh Indonesia)
Nama: Da’i Bachtiar
Lahir: Indramayu, Jabar, 25 April 1951
Agama: Islam
Pangkat:Jenderal Polisi
Jabatan: Kepala Kepolisian Republik Indonesia
Jabatan Sebelumnya: Kepala Pelaksana Harian (Kalakhar) Badan Koordinasi Narkotika Nasional
Pendidikan: Akpol (1972)
Pendidikan CID (investigasi) di Jerman (1982)
Sespim (1987)
Sesko ABRI (1996)
Pengalaman:
Kapolres Blora (1987)
Kapolres Boyolali (1989)
Kapolres Klaten (1990)
Sesdit Serse Polda Jatim (1992)
Kapoltabes Ujungpandang (kini Makassar) (1993)
Kadispen Polri (1998)
Dankorserse Mabes Polri (1998-2000)
Kapolda Jatim (2000)
Gubernur Akpol (2001)
Kalakhar BKNN (2001)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar